Rilis Tawes Bader Sungai Bedadung Balung

Sungai Bedadung, semenjak zaman dulu banyak simpan kemurahan untuk warga yang menetap di sekelilingnya. Sungai bukan hanya jadi sumber kehidupan, tetapi, sungai jadi pusat penebaran budaya dan hubungan. 

Bahkan juga, jadi sumber ekonomi. Tetapi, kadang-kadang kemurahan itu harus dibayarkan dengan kegetiran. Entahlah itu banjir, entahlah itu korban tenggelam. Sama dengan Kali Bedadung, Jember, yang memberikan kesuburan untuk warga Jember tetapi minta korban. 

Pagi hari, saat orang hilir mudik ke arah tempat kerja, dan anak-anak ke sekolah, beberapa wanita kelihatan asyik membersihkan baju. Ada pula yang memandikan anaknya, atau nikmati kesegaran Sungai Bedadung pada pagi hari. Walau, airnya tidak sejernih sekian tahun lalu. 

Bila musim kemarau, dan air yang mengucur di tubuh sungai tidak begitu melimpah, batu-batuan besar yang diterangi panas matahari, sebagai lokasi yang pas untuk menjemur baju. 


Kegiatan ini akan berulang-ulang di sore hari. Sekitaran 14.00-17.00. Namun, tubuh sungai semakin banyak disanggupi badan-tubuh imut bocah-bocah kecil. Mereka berenang, menyelam, berlarian di tepi sungai, sampai sama-sama menciprati air. 

Tawa suka dan pekikan suka ria kedengar antara gemuruh kendaraan motor yang lewat di atas Jembatan Semanggi. Jembatan berwujud daun semanggi tetapi tidak komplet itu ada pas di atas Kali Bedadung. 

Sebuah sungai sebagai icon Kota Jember. Dogma di kota ini mengatakan jika tiap orang yang mandi di Kali Bedadung akan betah tinggal di Jember. Ada pula yang mengatakan orang yang mandi di Kali Bedadung akan menikah sama orang Jember. Dogma ini berkembang dari mulut ke dalam mulut di kelompok masyarakat Jember. 


Ada yang yakin, ada juga yang menganggap sebagai guyonan. Yang jelas, berdasar data Sungai Bedadung sebagai sungai yang besar. Dengan hilir sungai bercabang dua, dan berjumpa di kota Jember, lalu mengucur ke arah selatan.Kali Bedadung bersama dengan Kali Besini bersumber di Nusa Barung. 

Panjang Kali Bedadung capai 191 km atau 119 mil. Sumber air di sisi tengah datang dari Pegunungan Iyang, pada bagian timur datang dari Sungai Mayang yang dari pegunungan Raung. Dan dari samping selatan datang dari Sungai Bondoyudo yang dari Pegunungan Semeru. 

Tidak mengejutkan bila sungai ini sanggup jadi sumber kehidupan untuk warga Jember, yang waktu itu masih sedikit. Mereka rasakan faedah kehadiran sungai Bedadung. Airnya yang tidak pernah habis, mengairi sawah dan lahan-lahan tembakau warga kota ini. Bahkan juga, dipakai untuk keperluan rumah tangga, seperti air membersihkan baju dan minum. 
Tidak itu saja, pasirnya banyak juga digunakan oleh warga untuk bertahan hidup mereka. Karena dari pasir itu, beberapa penambang pasir dapat memperoleh lembar rupiah untuk mengepulkan asap dapur mereka. Tidak banyak, tetapi, minimal cukup mengongkosi hidup mereka. "Jika saat ini sich, semakin banyak kotornya ya," jelas Cantikwati, salah seorang masyarakat asli Jember.

Sejauh hidupnya, Kali Bedadung seakan jadi panorama yang biasa. Mahfum, bila ia ingin ke universitas, ia akan melalui Jembatan Semanggi atau Jembatan Mastrip yang di bawahnya mengucur Kali Bedadung. 

Jadi orang Jember, ia juga memahami dengan dogma Kali Bedadung. "Bukan hanya berperan sebagai seperti sungai, Kali Bedadung dapat membuat pendatang jadi betah lho. Itu jika mereka mandi di kali," ucapnya lalu tersenyum. 

Ia sendiri tidak begitu yakini dogma yang telah dikenali di Jember itu. Tetapi, ia tidak menyangkal bila banyak peristiwa yang berkaitan dengan dogma itu. "Tidak tahu tidak atau benar. Ada banyak kenalan yang sempat terserang air kali Bedadung terus tinggal di sini. Tetapi, ada pula yang mandi berulang-kali, tetapi tidak tinggal di Jember," ikatnya. 

Simak juga; Ikan Sapu sapu

Menurutnya, semuanya kebenaran, dan bergantung pada nasib masing-masing orang. Lepas dari bukti sebagian besar warga Jember sebagai pendatang. Seperti sebuah kemakmuran alam, yang tidak sekedar hanya memberikan faedah untuk manusia, tetapi menuntut imbalan, Sungai Bedadung juga tidak terlepas dari korban. Nyaris tiap tahun, dapat disebutkan ada-ada saja anak atau orang yang terbenam di sungai ini. Baik itu terbawa saat mandi, atau saat bermain di sungai. 

Begitupun saat musim penghujan, saat air sungai melimpah, banjir sering serang warga yang tinggal di sejauh tepi Sungai Bedadung. "Dalam tiap peradaban manusia, memang tidak bisa dipungkuri ada adat lisan. Satu diantaranya mitos. 

Begitu halnya dogma Kali Bedadung ini. Sebagai adat lisan, yang dikatakan secara temurun dari angkatan ke angkatan," terang Budayawan Ayu Sutarto. 


Guru Besar Fakultas Sastra Kampus Jember yang sempat menulis mengenai Di Balik Dogma Gunung Bromo tahun 2001 menambah jika dogma yang berkaitan Kali Bedadung sampai sekarang ini ada dua.

Yaitu, siapakah yang mandi di Kali Bedadung akan betah tinggal di Jember, dan tiap tahun Kali Bedadung akan minta korban. Ke-2 dogma ini benar-benar kuat dalam warga Jember. "Untuk bukti kebenaran, ya kita tidak dapat pastikan. 

Namanya saja mitos. Suatu hal yang muncul karena pengalaman manusia, yang selanjutnya dirangkai sendiri oleh manusia hingga membuat sebuah ringkasan," ikatnya. Dogma bisa betul juga bisa tidak. Semua bergantung opsi dari tiap-tiap orang. "Yang perlu, warga dapat memperoleh faedah dari Kali Bedadung, dan dapat jaga kekayaan alam ini dengan baik. Biarkanlah dogma berkembang seperti apakah adanya. Yang ingin yakin silakan, yang pilih memandang guyonan, bisa saja," tandasnya.

Banyak para pemancing merilis tawes bader sungai bedadung balung untuk menjaga keletarian ikan yang trdapat di spot mancing yang favorit di sungai bedadung.

Post a Comment for "Rilis Tawes Bader Sungai Bedadung Balung"